REVIEW
PUISI “TANAH AIR MATA” SUTARDJI CALZOUM BACHRI
Oleh:
VINNY
FHIADINA NASUTION
Membaca
kata demi kata dari puisi yang ditulis oleh Sutardji Calzoum Bachri dengan judul “Tanah Air Mata” membuat
pembaca ikut merasakan sebuah penderitaan yang tak berkesudahan. Kata “kami”
yang menjelaskan pernyataan satu suara satu rasa derita yang melanda suatu
kelompok atau di suatu tempat. Konteks “Dibalik gembur subur tanahmu” ini tidak
berbeda dengan pemaknaan satu kekayaan bumi yang tumbuh di suatu wilayah
tersebut. Puisi ini berisikan sindiran-sindiran yang ditujukan oleh penguasa
akibat keserakahan yang mengakibatkan kesengasaraan suatu kaum. Derita masyarakat
jelata yang tak mampu melakukan apa-apa.
“Kami coba simpan nestapa, kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi, ia merebak kemana-mana”, kata ini ingin
mengatakan bahwa pada awalnya masayrakat atau suatu kaum ingin bungkam, menahan
diri dengan melihat apa yang telah terjadi. Namun kenyataannya di akhir
masyarakat merasakan dada yang memberontak kemarahan yang ditahan yang tidak
mampu mereka sembunyikan dalam diam. Penguasa terus melakukan perlakuanyang
menyekik suatu kaum tersebut. Semakin besar dendam amarah masyarakat terhadap
enguasa-penguasa.
“Bumi memang tak sebatas pandang dan udara luas menunggu namun
kalian takkan bisa menyingkir ke manapun melangkah kalian pijak airmata kami ke
manapun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke manapun berlayar kalian
arungi airmata kami”. Kini masyarakat
seakan sudah tak sabar lagi. Mereka menyerukan suara mereka. Mereka menyudutkan
para penguasa dengan orasi-orasi mereka, dengan semua penderitaan yang pernah
mereka terima. Dengan semua sejarah pahit yang mereka alami, mereka terus
membuat hati para penguasa menjadi getir melihat apa yang ada dibalik sejarah
kelam masyarakat.
“kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa
ke mana pergi” lagi-lagi masyarakat semakin memojokkan figur kepemerintahan
hingga disuatu sudut yang paling sudut menjadikan penguasa diam pada titik itu
dan tidak mampu untuk berjalan kemanapun dengan satu jalan diruang sudut. Penguasa
tidak akan menutup mata dengan melihat kondisi masyarakat pada fase itu.
“Menyerahlah
pada kedalaman air mata” bait terakhir
ini jelas ingin mengatakan pada penguasa bahwasanya menggambarkan tuntutan
terakhir masyarakat agar mereka semua sadar terhadap apa yang terjadi atau para
penguasa akan tenggelam dilautan airmata masyarakat dan mati. Masyarakat
menuntut para penguasa untuk mulai memperhatikan semua penderitaan ap tidak di
pandang “matilah”mereka.karena terlalu dalam air mata yang mereka ciptakan
untuk masyarakat yang jika meluap dan tetap tidak diperhitungkan oleh
masyarakat “matilah” penguasa dengan air mata kemarahan kehancuran di wilayah
mereka.
No comments:
Post a Comment