Novi Vanny Risetya
Review Puisi
I B U
Karya: D. Zawawi Imron, 1966
Ibu …
kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur - sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mata air airmatamu ibu, yang tetap lancar mangalir
Bila aku merantau
sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari - sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku disini
saat bunga kembang menyemerbak bau sayang
ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
aku mengangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan - lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
kalau ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan
namamu, IBU yang akan ku sebut paling dahulu
lantaran aku tahu
engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu, bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku …
1966
Puisi karya D. Zawawi Imron ini
merupakan karya yang cukup menyentuh hati pembaca. Puisi ini menggambarkan
betapa berharganya seorang ibu. Seperti banyak yang dipikirkan. Menurut sang
penyair, Ibu adalah sosok wanita yang penuh cinta kasih dan sangat terhormat. Sebab
itu budi baik seorang ibu tidak bisa dibalas dengan apapun. Kebaikan dan
ketulusan hati seorang ibu melebihi seorang dermawan dan pahlawan. Ibu selalu memberi
segala yang terbaik untuk anaknya. Melebihi pemberian sang dermawan. Ibu selalu
menasehati, menunjukkan jalan kebaikan seperti Tuhan. Sebab Ibu adalah Bidadari
yang berselendang bianglala; sangat indah, melebihi keindahan apapun. Dalam puisi
ini juga menggambarkan realitas kehidupan masyarakat Madura yang kental dengan
kehidupan laut. Sering mengalami kemarau panjang. Dan dalam puisi ini
digambarkan juga situasi-situasi religius.
No comments:
Post a Comment