Monday, March 14, 2016

CERITA PENDEK



Sepatu gengsi
By: Nadia Aisyah Salamah

Telihat sosok pria  yang termenung di dibawah pohon, matanya tak lepas memandangi sepatu kumel yang di pakainya. Aku pun dari sisi ini memperhatikannya, seseorang itu mengingatkanku akan kejadian 1 tahun yang lalu.
            Jam telah menunjukan jam setengah 10, itu artinya aku harus masuk kelas pengantar ilmu komunikasi. Aku adalah mahasiswa baru ilmu komunikasi UII, kina namaku, disini aku telah menemukan suatu keluarga kecil dari teman-teman kosku yang kebetulan satu prodi denganku. Siska, dia sahabatku yang paling perduli soal kecantikan dan dia cewek girly. Nadin, dia sahabatku yang paling susah bangun pagi. Chika, dia sahabatku yang paling sering kehilangan barang, tepatnya dia selalu lupa menaruh barang-barangnya dan dia suka membuat puisi sepertiku. Kami berempat selalu meluangkan waktu bersama, sesudah jam kuliah berakhir kami duduk di student area. Student area adalah tempat para mahasiswa mengarjakan tugasnya namun kami disini hanya sekedar duduk melihat lalu lalang mahasiswa masuk-keluar kampus. Terdengar suara gaduh candaan yang mengalihkan pandangan kami, ternyata suara itu dari grombolan roy dan kawan-kawannya, mereka adalah anak-anak elit yang selalu memamerkan barang-barang mewah karna gengsi no1 bagi mereka. Banyak mahasiswa yang tidak menyukai mereka, termasuk kami berempat.
            Seperti pagi-pagi sebelumnya, kami berempat siap-siap untuk berangkat kuliah. Aku mengedor-gedor pintu kamar nadin, manyuruhnya bangun selagi aku mengancingkan lengan kemeja. Terdengar suara chika memanggil siska menyuruhnya cepat berdandan di depan cermin yang besar yang dimilikinya. Sesudah nadin keluar dari kamarnya dan memastikan penampilannya di depan cermin di kamar siska, akupun menyuruh mereka semua agar cepat selagi aku masih menali tali sepatuku. Siska yang kulihat telah siap sambil menyemprotkan parfum kesayangannya kepada kami satu persatu selagi kami sedang sibuk berkemas-kemas, nadin sedang mengunci pintu kamarnya yang kulihat telah siap. Namun chika tetap masih berada di dalam kamarnya, nampaknya dia sedang mencari kunci motor yang dia lupa letakan. Aku pun langsung menarik tangannya untuk bergegas berangkat kekampus, sesampainya di kampus kami berpapasan dengan roy dan kawan-kawannya, kami pun acuh saat melewati mereka, namun tak sengaja aku melihat tatapan chika yang memandang roy dengan senyuman manis yang dimilikinya, akupun mengabaikannya karna pagi itu kami sedang terburu-buru masuk kelas. Saat dikelas akupun tak sengaja memperhatikan chika, ternyata dia secara sembunyi-sembunyi melihat ke arah roy dengan sesekali ia  tersenyum kecil. Tak hanya itu ketika kami berempat sedang bersenda gurau, aku melihat tatapan chika yang tak lepas dari roy, dengan sepontan aku bertanya kepada chika. Sebenarnya chika sempat tak mau mengakui atas pertanyaan yang aku tanyakan, namun akhirnya ia bercerita sebenarnya ia menyukai roy semenjak SMA, dulu mereka sempat satu SMA dan chika senggaja memilih mendaftar di universitas dan prodi yang sama dengan roy, karna ia ingin selalu memandangi roy.
            Dari situ kami tak berani berkomentar satu pun, kami hanya mengangguk tanda mengerti, chika dengan semangat memberitahu kepada kami bahwa besok adalah ulang tahun roy, chika ingin sekali memberi kado kepada roy namun besok kakak chika menikah dan itu berarti chika harus pulang ke bandung. Siang itu chika mengajak kami untuk membeli kado untuk roy, chika terlihat sangat antusias saat ia sedang memilih sepatu yang akan di berikan kepada roy, dan siang itu juga chika mengajak kami untuk membeli tiket kereta dengan keberangkatan pagi.
            Jam telah menunjukan pukul 00.00 WIB, kami sengaja menunggu di depan kos roy untuk menemani chika. Saat roy keluar bersama teman-temannya chika memanggil roy dengan semangat, dan ia mengucapkan selama ulang tahun untuk roy dengan memberikan kado yang telah dia beli bersama kami. Lalu roy hanya membalasnya dengan senyum, kemudian kado berbungkus kuning itu di buka oleh roy dengan celotehan-celotehan teman-temannya. Namun tak di sangka roy melempar kado yang diberi chika setelah roy membuka kado itu, dan ia sempat melihat keteman-temannya lalu mereka tertawa bersama-sama. Senyum manis chika sekitika hilang dari raut wajahnya, roy menghina habis-habisan kado yang di berikan chika. Dan ketika itu chika hanya menangis dan menarik tangan kami untuk langsung pergi dari depan kos roy.
            Sesampainya di kos, chika hanya termenung duduk di atas tempat tidurnya. Dan kami tidak dapat berkata apa-apa, kami langsung memeluk erat chika. Kami dengan erat memeluk chika dan aku dapat merasakan kesedihan yang teramat dalam yang dirasakan chika. Keesokan harinya, chika berpamitan pergi dan menyempatkan memberikan sesuatu kepada kami. Satu pac alat kecantikan ia keluarkan dan ia berikan kepada siska dan ia berkata “tampil cantik setiap hari ya sis”, jam beker ia keluarkan dan ia berikan kepada nadin ia berkata “harus bangun pagi ya mulai sekarang”, dan ia keluarkan buku koleksi puisinya dan ia berikan kepadaku “aku titip ya, kasih masukan kalo perlu”. Kami semua heran melihat tingkah laku chika, namun ia hanya berkata “makasih kalian telah menjadi keluargaku disini” lalu chika hanya memeluk kami berempat.
            Siang kami bertiga merasa sepi di tinggal chika di bandung, dan kami hanya menghabiskan waktu menonton tv sambil menyantap makanan ringan yang telah kami beli sebelumnya. Tiba-tiba ada berita kecelakaan kereta api, kami bertiga sepontan langsung mendengarkan berita itu dan ternyata kereta tersebut yang di tumpangi chika dan chika menjadi korban yang tewas dalam kecelakaan tersebut, kami bertiga sepontan langsung menangis dan ternyata barang-barang yang ia berikan adalah barang terakhir yang ia berikan kepada kami. Tiba-tiba terdengar suara roy yang memanggil kita bertiga dari depan gerbang dan kami langsung keluar untuk mencaci makinya, seandainya chika tidak meluangkan waktu untuk memberikan kado kepada roy pasti kejadian ini tidak terjadi. Roy hanya diam terpaku dan dia mengatakan bahwa sebenarnya dia menyukai chika, dia bersifat seperti itu karna dia gengsi didepan teman-temannya. Sudah terlambat bagi roy, sangat terlambat untuk mengatakannya kepada chika dan bahkan sekarang ia tidak bisa mengatakannya kepada chika karena kehidupan chika telah berakhir diujung patah hatinya. Kami bertiga sangat membenci roy saat itu, namun ketika kami bertiga melihat roy yang menggunakan sepatu pemberian chika sehari-hari dan dia juga mulai berubah sedikit demi sedikt, dan saat itu kami merasakan chika hadir untuk merubah roy dan kami bertiga.
            Saat aku menghampiri sosok pria yang duduk termenung di bawah pohon, ternyata itu roy dan ternyata ia selalu memakai sepatu pemberian chika kemanapun ia pergi. Tak heran sepatu itu sudah terlihan kucel dan kusam, “roy” sapaku dan kemudian aku duduk di sebelahnya. “aku selalu meridukannya kin” ia mengatakan dengan tatapan masih memandang sepatu kecel itu. “Buku ini lebih pantas di jaga kamu, aku telah mendapatkan inspirasi banyak dari buku ini” aku menepuk pundaknnya sambil mengatakan “bukan ini yang chika mau” lalu aku memberikan senyum dan beranjak pergi.

No comments:

Post a Comment