Saturday, March 26, 2016

Review puisi


REVIEW PUISI “TANAH AIR MATA” SUTARDJI CALZOUM BACHRI

Oleh: VINNY FHIADINA NASUTION

Membaca kata demi kata dari puisi yang ditulis oleh Sutardji Calzoum Bachri dengan judul “Tanah Air Mata” membuat pembaca ikut merasakan sebuah penderitaan yang tak berkesudahan. Kata “kami” yang menjelaskan pernyataan satu suara satu rasa derita yang melanda suatu kelompok atau di suatu tempat. Konteks “Dibalik gembur subur tanahmu” ini tidak berbeda dengan pemaknaan satu kekayaan bumi yang tumbuh di suatu wilayah tersebut. Puisi ini berisikan sindiran-sindiran yang ditujukan oleh penguasa akibat keserakahan yang mengakibatkan kesengasaraan suatu kaum. Derita masyarakat jelata yang tak mampu melakukan apa-apa.

            “Kami coba simpan nestapa, kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi, ia merebak kemana-mana”, kata ini ingin mengatakan bahwa pada awalnya masayrakat atau suatu kaum ingin bungkam, menahan diri dengan melihat apa yang telah terjadi. Namun kenyataannya di akhir masyarakat merasakan dada yang memberontak kemarahan yang ditahan yang tidak mampu mereka sembunyikan dalam diam. Penguasa terus melakukan perlakuanyang menyekik suatu kaum tersebut. Semakin besar dendam amarah masyarakat terhadap enguasa-penguasa.

            “Bumi memang tak sebatas pandang dan udara luas menunggu namun kalian takkan bisa menyingkir ke manapun melangkah kalian pijak airmata kami ke manapun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke manapun berlayar kalian arungi airmata kami”. Kini  masyarakat seakan sudah tak sabar lagi. Mereka menyerukan suara mereka. Mereka menyudutkan para penguasa dengan orasi-orasi mereka, dengan semua penderitaan yang pernah mereka terima. Dengan semua sejarah pahit yang mereka alami, mereka terus membuat hati para penguasa menjadi getir melihat apa yang ada dibalik sejarah kelam masyarakat.

            “kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi” lagi-lagi masyarakat semakin memojokkan figur kepemerintahan hingga disuatu sudut yang paling sudut menjadikan penguasa diam pada titik itu dan tidak mampu untuk berjalan kemanapun dengan satu jalan diruang sudut. Penguasa tidak akan menutup mata dengan melihat kondisi masyarakat pada fase itu.
“Menyerahlah pada kedalaman air mata”  bait terakhir ini jelas ingin mengatakan pada penguasa bahwasanya menggambarkan tuntutan terakhir masyarakat agar mereka semua sadar terhadap apa yang terjadi atau para penguasa akan tenggelam dilautan airmata masyarakat dan mati. Masyarakat menuntut para penguasa untuk mulai memperhatikan semua penderitaan ap tidak di pandang “matilah”mereka.karena terlalu dalam air mata yang mereka ciptakan untuk masyarakat yang jika meluap dan tetap tidak diperhitungkan oleh masyarakat “matilah” penguasa dengan air mata kemarahan kehancuran di wilayah mereka.
           


No comments:

Post a Comment