Saturday, March 19, 2016

Resensi Buku



Resensi buku Matikan TV-Mu!
By.Nera Henaria



Resensi buku Matikan TV-Mu!
Pengarang       : Sunardian Wirodono
Penyunting      : Darmawan
Judul Buku      : Matikan TV-Mu!: Teror Media Televisi Indonesia
Edisi                : Kedua, Maret 2006
Penerbit          : Resist Book
Distributor      : CV. Langit Aksara
Pencetak         : Nailil Printika
Jumlah Halaman: 177 halaman

Televisi Sebagai Pabrik Polusi

Buku Matikan TV-Mu! ini berisikan tentang banyaknya pengaruh dan akibat yang diperoleh para penontonnya dari tayangan-tayangan televisi saat ini. Perkembangan media televisi di Indonesia tidak berjalan begitu mulus, media televisi harus berjuang sekeras-kerasnya demi mendapatkan tempat di hati para pemirsanya. Perjuangan yang begitu keras membuat para pihak televisi tak jarang membuat program-program acara sengawur-ngawurnya tanpa mempedulikan kualitas dari program tayangan tersebut. Kemudian pihak televisi yang menanamkan prinsip mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang seminim mungkin, membuat tayangan-tayangan yang diberikan hanya semata-mata untuk kepentingan komersial serta kepentingan pribadi para penguasa yang tanpa memikirkan efek yang diperoleh masyarakat sebagai penikmat tayangan televisi. Selain itu, tidak adanya pengawasan dan kotrol yang ketat membuat terjadinya kebebasan dalam hal program tayangan televisi Indonesia yang terjadi seperti saat ini. Sebenarnya ada UU yang mengaturnnya yaitu UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi UU ini pada kenyataannya hanya berfungsi sebagai pemberi sanksi bukan lebih kepada efek jera para pihak televisi yang melanggarnya.
Persoalan penting mengenai tayangan televisi yang berkualitas adalah adanya kesadaran pihak pemerintah, stasiun televisi, dan rumah produksi (production house) akan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat agar menjadi masyarakat yang memiliki kemandirian dan jati diri sebagai bangsa dan negara Indonesia yang baik. Apabila dari ketiga pihak tersebut mau menghilangkan kepentingan pribadi masing-masing dengan tidak selalu ingin meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dan mampu bekerja sama dengan baik, maka dunia pertelevisian kita akan berkembang dengan lebih baik, lebih maju dan mampu menghasilkan efek yang baik pula. Begitulah kira-kira isi dari buku Matikan TV-Mu! yang dapat saya simpulkan.
Hampir 100% apa yang dikatakan dalam buku Matikan TV-Mu! ini benar dan memang terjadi pada industri pertelevisian Indonesia sampai saat ini. Dengan segmentasi pasar dari buku ini adalah para calon broadcaster dan para penonton televisi, oleh karena itu buku ini sangat membantu dan sebagai pengingat agar para penonton televisi tidak menjadi penonton yang pasif dengan selalu menelan bulat-bulat apa yang telah ditontonnya tanpa mempertimbangkan baik atau buruknya tayangan tersebut. Kemudian bagi para calon broadcaster, buku ini dapat dijadikan acuan untuk mereka agar mampu menjadi broadcaster yang kreatif dan handal dengan tidak mengutamakan keuntungan tetapi mengutamakan kualitas. Kata-kata yang ditulis dalam penggalan buku ini juga sangat mudah untuk dipahami, tidak banyak kata-kata yang asing sehingga dalam sekali membacapun akan langsung mengerti apa isi dari buku Matikan TV-Mu! ini. Kemudian buku ini hanya terdiri dari 177 halaman, dapat dikatakan sedikit sehingga pembacanya tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan pembacaan buku. Itulah beberapa kelebihan atau nilai positif dari buku Matikan TV-Mu! ini.
Dari setiap kelebihan pasti ada kekurangan. Menurut saya, tidak banyak kekurangan dalam buku Matikan TV-Mu! ini, saya hanya akan memberikan sedikit komentar. Pada bab lima tentang Rating dan Nafsu Iklan, disitu membahas mengenai program tayangan televisi yang memiliki rating tinggi akan mendapatkan banyak iklan. Kemudian seolah-olah menyalahkan pihak stasiun televisi yang selalu berburu iklan demi mendapatkan keuntungan yang banyak tanpa mementingkan kualitas tayangan. Hal tersebut memang benar, tetapi kalau saja kita lihat jika setiap program tanpa adanya dukungan atau sponsor yang diberikan oleh iklan, dari mana para pekerja televisi mendapatkan uang (gaji)? Dan apakah program tersebut akan tetap berjalan tanpa adanya finasial yang mendukung? Yang perlu ditekankan yaitu iklan (dalam arti sponsor) memang harus dicari dan harus diburu demi kelancaran program acara yang akan ditayangkan, tapi jangan sampai melupakan kualitas tayangan yang menjadi tanggungjawab para pembuat program acara kepada masyarakat (penonton televisi) untuk memberikan tayangan yang baik.
Sampai kapan industri pertelevisian Indonesia seperti ini? yang dimaksud dengan seperti ini adalah pertelevisian Indonesia yang dimana peran dan fungsinya sebagai media informasi, hiburan, dan pendidikan tidak terlihat atau bahkan tidak tampak sama sekali. Program-program acara yang sangat tidak bermutu seperti reality show yang penuh dengan settingan dan jauh dari realitas sebenarnya, sinetron yang penuh dengan drama rumah tangga dengan semeraut konflik didalamnya dan kisah percintaan remaja yang sangat berlebihan, kemudian tayangan berita kekerasan atau bahkan berita pemerkosaan, pencabulan anak usia dini yang dikemas sedemikian rupa yang dapat mengakibatkan kepanikan masyarakat dan dampak psikologis masyarakat yang menganggap seolah-olah hal tersebut terjadi pada dirinya, dan tayangan lainnya. Tayangan-tayangan tersebut tak ubahnya seperti limbah pabrik dan asap kendaraan yang dapat menimbulkan polusi bagi masyarakat dan sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup masyarakat. Bahkan, tayangan-tayangan televisi saat ini dapat dikatakan sebagai polusi atau bisa jadi pabriknya polusi yang paling berbahaya.

No comments:

Post a Comment