Friday, April 1, 2016

Resensi Buku Tentang Media

Resensi Buku
Oleh Kumala Sakti Wibowo

Judul                            : Televisi Jakarta Di Atas Indonesia
(Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan Di Indonesia)
Tahun Terbit                : 2011
Jumlah Halaman          : 298 halaman
Penulis                         : Ade Armando
Penerbit                       : Bentang Pustaka, Mizan Group
Bahasa                         : Indonesia
Harga                          : ± Rp. 49.000,-

            Buku yang merupakan karya dari Ade Armando ini membahas tentang persoalan yang terkait dengan media massa seperti televisi sendiri. Berbagai pesoalan seperti mengatur frekuensi siaran sebagai milik publik sampai membahas tentang salah satu keluhan yang sering terdengar mengenai pertelevisian Indonesia yaitu penyajian gambaran tentang daerah di luar jakarta yang terkesan melulu dan negatif. Informasi tentang luar jakarta lazimnya hanya tersaji secara singkat, secara parsial, sebagai rangkaian berita  di program berita. Itu pun umumnya hanya menyangkut hal-hal negatif dan sensasional seperti pembunuhan, tawuran, skandal kekerasan, demostrasi, darah, bencana alam, dan semacamnya. Di dalam pandangan penulis sendiri, kasus tersebut ada kaitannya dengan sistem pertelevisian komersial yang sentralis. Mungkin tanpa disadari banyak penduduk negeri ini, sistem pertelevisian komersial di Indonesia ini hanya menguntungkan Jakarta. Daerah di luar Jakarta hanya dieksploitasi dan tidak pernah dibiarkan bisa berkembang. Televisi adalah media massa yang memiliki posisi sentral dalam kehidupan masyarakat, sistem yang ada ini juga eksploitasi di wilayah politik, sosial, dan budaya.
            Dalam buku ini sendiri, Ade Armando sebagai penulis menjelaskan tentang sistem sentralisasi siaran yang berkaitan dengan rezim Soeharto. Tayangan sepuluh stasiun televisi komersial raksasa di Jakarta akan terus mengudara ke seluruh Nusantara, tetapi masyarakat di seluruh daerah di Indonesia nantinya tidak hanya akan menjadi penonton, mereka juga menikmati aliran uang iklan, peluang kesempatan kerja, sarana promosi, ruang diskusi politik, ruang ekspresi seni dan kebudayaan, atau juga ruang perekat sosial. Buku ini menggambarkan bagaimana amanat “perubahan ke arah keadilan” itu dikhianati. Sistem pertelevisian swasta Indonesia justru sejak awal adalah tidak tersentralisasi. Ketika RCTI lahir, ia adalah sebuah stasiun televisi di Jakarta yang untuk bersiaran di kota lain harus menggunakan sistem jaringan. Pola itu berubah karena pemerintah kemudian di paksa oleh pemilik stasiun televisi untuk mengubahnya. Penulis buku ini menjelaskan bahwa buku ini mungkin tidak akan terlalu nyaman bagi mereka yang bergerak di dunia pertelevisian swasta, terutama mereka stasiun raksasa di Jakarta. Buku ini memang ditulis untuk mengingatkan bahwa sistem yang berlaku ini salah dan kita harus sama-sama mengubahnya, mengembalikan ke tempat semula. Informasi yang sampaikan penulis melalui buku ini di dasarkan dan merujuk pada pengetahuan tentang dunia penyiaran yang dikembangkan banyak ilmuan dalam dan luar negeri, tentu juga menjadi subjektif terkait dengan kerangka pengetahuan dan keberpihakan penulis.
             Cara termudah untuk membayangkan sistem pertelevisian berjaringan juga dijelaskan dalam buku ini yaitu dengan menggunakan contoh TVRI yang telah berpuluh-puluh tahun mengembangkan sistem jaringan. Stasiun TVRI regional memang menyajikan siaran dari TVRI pusat selama beberapa jam, tetapi juga menyajikan beberapa jam siaran dari daerah. Dalam beberapa kasus, sejumlah program sukses justru pada awalnya dikembangkan oleh stasiun-stasiun televisi lokal. Misalnya program realiti show yang hal tersebut di jelaskan dalam buku ini. Ketika program reality show itu terbukti sukses, program itu kemudian dibeli oleh induk jaringan dan menjadikannya sebagai bagian dari program jaringan yang disiarkan secara nasional. Di Indonesia sistem siaran berjaringan semacam itu justru yang tidak di kunjung bisa di terapkan.
            Dalam bab “semua mengalir ke jakarta” yang pada buku tersebut dijelaskan yaitu salah satu keluhan yang sering terdengar mengenai pertelevisian Indonesia adalah penyajian gambaran tentang daerah di luar Jakarta yang terkesan melulu negatif. Dalam pandangan penulis ini ada kaitannya dengan sistem pertelevisian komersial yang sentralis. Televisi besar di Jakarta pada dasarnya tak terlalu peduli dengan perkembangan di luar daerahnya. Dalam beberapa tahun terakhir, memang ada sedikit perubahan. Sejumlah stasiun, di beberapa daerah mulai memperkenalkan siaran lokal. Menurut penulis buku tersebut, mereka yang berada di pusat kekuasaan terlalu terbiasa memandang indonesia sebagai jakarta, pun dalam hal pertelevisian. Pemerintah dengan mudah bersimpati dengan kesulitan yang dirasakan oleh stasiun-stasiun televisi besar di Jakarta yang sebenarnya secara konsisten dan berkelanjutan memang berusaha menanggalkan demokratisasi penyiaran seraya mengabaikan sama sekali persoalan besar yang di hadapi lembaga-lembaga penyiaran swasta dan komunitas yang dikembangkan di luar Jakarta.

            Buku ini dapat digunakan untuk bahan sebuah penelitian bagi mahasiswa yang sedang meneliti terkait dengan pertelevisian. Karena buku ini banyak akan data yang dapat digunakan dan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti dan cepat dipahami. Walaupun secara fisiknya buku ini tergolong buku yang tebal namun tidak berat apabila di pegang pada saat membaca. Dalam pengolahannya sendiri, buku ini di olah kembali sehingga dapat mudah dipahami dan walaupun data-data yang banyak digunakan untuk pengolahannya. Namun, tidak secara kasar data tersebut di gunakan, tapi di olah lagi sehingga enak dalam membacanya. Namun ketika berbicara kekurangan buku ini sendiri, mungkin terletak pada bagian depan yaitu covernya sendiri terlihat terlalu simple sehingga memiliki kesan sederhana dan kurang menarik. Dan yang ditakutkan adalah hanya orang yang berkesinambungan dalam hal ini saja yang tertarik membacanya.

No comments:

Post a Comment